Kamis, 27 Juli 2017

Napak Tilas Dakwah Sunan Giri hingga Membangun Pemerintahan (1)







PENANDA: Simbol kura-kura dan cincin yang
berarti kemuliaan pada gebyok makam Sunan Prapen
yang pernah dipakai di makam Sunan Giri.
BERILMU TINGGI: Makam Sunan Giri di Gresik. Di bagian luar makam.
terdapat tiga undakan yang melambangkan pemahaman ilmu syariat, hakitat, hingga makrifat.

 Akulturasi Budaya Jadi Senjata Dakwah

Gersik disebut sebagai kota santri bukan tanpa alasan. Sejarah kota yang berjarak 20 kilometer dari kota Surabaya itu sejatinya berawal dari sebuah pesantren. Selain menjadi pusat dakwah, pesantren yang didirikan Raden Paku alias Sunan Giri berkembang menjadi pemerintahan pada abad ke-15 Masehi.
DI Desa Sidomukti, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gersik, terdapat satu masjid yang menyimpan setumpuk sejarah. Masjid yang berada di Bukit Giri itu dikenal dengan nama situ Giri Kedaton. Kompleks Masjid. Serta pesantren pertama di Gersik yang berjarak 200 meter ke arah timur dari Jalan Raya Giri.
Bangunan yang didirikan pada 1487 Masehi itu menjadi bukti awal dimulainya dakwah Sunan Giri. Sebelum berdakwah, sunan Giri banyak belajar ilmu agama di Ampel Denta (Ampel, Surabaya) bersama Magdum Ibrahim (Sunan Bonang). Tepatnya pada 1455 Mashi, saat usia beliau menginjak 12 tahun. Setelah mondok tujuh tahun, Sunan Giri diwisuda dengan gelar Ainul Yaqin.
Menurut buku sejarah Sunan Giri yang di tulis Yayasan Makam Sunan Giri, setelah diwisuda, Sunan Giri sejatinya ingin berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Namun, sunan Ampel menyarankan Sunan Giri agar mampir ke Samudra Pasai untuk menimba ilmu lebih dalam. Sunan Giri diminta berguru ke Syekh Maulana Ishaq yang tidak lain adalah ayah Sunan Giri.
Setelah berguru, Sunan Giri diminta kembali ketanah Jawa oleh Syekh Maulana Ishaq. Sebab, saat itu di tanah Jawa terjadi masa transisi dari kerajaan Hindu-Bhuda ke islam."Itu momentum yang harus dimanfaatkan untuk berdakwah," ujar Achmad Shobirin, wakil ketua Yayasan Makam Sunan Giri.
Oleh Syekh Maulana Ishaq, Sunan Giri diberi bekal segenggam tanah. Sang ayah meminta Sunan Giri kembali ke Gresik dan mencari tanah yang serupa dengan tanah tersebut. Mulai bentuk, warna, hingga baunya.
Sebelum menemukan jenis tanah yang diminta sang ayah, Sunan Giri sempat iktikaf (bertapa) di Gunung Bathang (sekarang wilayah Gulomantun, Kebomas, Gresik) pada 1482. Hingga kini, napak tilas Sunan Giri masih bisa dilihat. Bekas wajah dan kaki Sunan Giri membekas di sebuah batu yang sekarang diabadikan di Masjid GUlomantung.
Hingga akhirnya, Sunan Giri berhasil menemukan jenis tanah yang serupa dengan yang diminta Syekh Maulana Ishaq. Lokasinya di Bukit Giri, Kelurahan Sidomukti, Kecamatan Kebomas. Pada 1487, Sunan Giri mendirikan masjid pertamanya yang dikenal dengan Giri Kedaton. Pusat persebaran agama Islam sekaligus pemerintahan Gresik pada masa itu.
Pada 1487,Gresik masih menjadi bagian dari kekuasaan Majapahit. Meski di Majapahit saat itu terjadi kekosongan kekuasaan gara-gara perang saudara, kepercayaan Hindu-Buddha masih sangat kental.
Menurut Shobirin, Sunan Giri pernah mengisi kekosongan kekuasaan itu selama 40 hari. Sebelum akhirnya didapuk sebagai penguasa di Kerajaan Giri Kedaton oleh Raden Patah pada 12 Rabiul Awal 894 Hijriah atau 9 maret 1487. Sunan Giri diberi gelar Prabu Satmoto.
Dalam berdakwah, Sunan Giri punya cara tersendiri. Shobirin menyebutkan dua metode dakwah itu. Yaitu, melalui pendidikan di pesantren dan "blusukan" ke acara tradisi warga setempat.
Sunan Giri kerap mengikuti acara tradisi umat Hindu-Buddha. Misalnya, tradisi tumpengan. Warga menggunakan tumpeng yang dibentuk kerucut itu sebagai sesajen untuk roh para dewa. Oleh Sunan Giri, tradisi tersebut tidak lantas dihilangkan. Tradisi berdoa menggunakan tumpeng tetap dilestarikan. Bedanya, tumpeng dimakan oleh orang uang berdoa."Masyarakat diberi pemahaman bahwa makanan itu untuk manusia. Bukan untuk roh yang bersifat gaib," jelasnya.
Dengan cara yang santun, Sunan Giri berhasil masuk ke tradisi umat Hindu-Buddha. Secara perlahan, ajaran Sunan Giri mulai diterima masyarakat sekitar. Satu per satu warga Gresik yang awalnya menganut Hindu-Buddha berpindah ke ajaran Islam."Banyak menggunakan akulturasi budaya sebagai media dakwah," lanjut Shobirin.
Shobirin mengatakan, Sunan Giri termasuk wali yang berilmu tinggi. Bentuk makamnya dibangun berbeda dengan makan sunan yang lain. Salah satu diantaranya, terlihat pada tingkatan atap dan undak-undakan sebelum masuk makam."Selalu ada tiga undakan. Itu melambangkan tingginya ilmu Sunan Giri. Mulai syariat, hakikat, hingga makrifat yang paling tinggi," paparnya. (Arif Adi Wijaya/c4/dos)


Rangkai Tradisi Ramadhan

MALAM KE-27:  Tiga bandeng
kawak seberat 12 kg dilelang tahun
lalu. Lelang bandeng merupakan
tradisi pada malam ke-27 Ramadan.
SELAIN petilasan, Sunan Giri meninggalkan tradisi yang masih lestari hingga kini. Mulai tradisi kolak ayam, malem selawe (malam ke-25 Ramadan), hingga pasar bandeng. Warga setempat masih merayakan tradisi itu setiap tahun.
Pada malam ke-23 Ramadan, warga Desa Gumeno, Kecamatan Manyar memiliki menu berbuka yang khas. Yakni, kolak berbahan ayam. Yang memasak pun harus laki-laki."Itu peninggalan Sunan Giri II (Sunan Dalem, putra Sunan Giri, Red)," ujar Kris Adji, ketua Yayasan Masyarakat Pecinta Sejarah dan Budaya Gresik (Mataseger).
Kolak ayam atau yang sering disebut sangringan berbeda dengan kolak pada umumnya. Bahan yang digunakan cukup khas. Mulai gula merah, jintan, daun bawang merah, santan kelapa, hingga ayam kampung. Nasi dan ketan menjadi pelengkap kolak ayam.
Selain tradisi kolak ayam, masyarakat masih mempertahankan tradisi malem selawe. Pada malam ke-25 Ramadhan, warga berbondong-bondong menuju makam Sunan Giri dan masjid Giri di bukit Giri Gajah. Tepatnya di Desa Giri, Kecamatan Kebomas.
Ribuan jama'ah dari berbagai daerah datang untuk berdoa dan mencari berkah. Pada malam ke-25, umat Islam memercayai adanya keistiewaan."Orang-orang mencari berkah malam Lailatul Qadar. Keutamaannya lebih baik dari seribu malam," kata Achmad Shobirin, wakil ketua Yayasan Makam Sunan Giri. Tradisi malem selawe sudah ada sejak zaman Sunan Giri berdakwah.
Pada malam ke-27, ada satu tradisi yang tidak kalah menarik. Pada tiga hari menjelang Lebaran, warga kota Giri selalu mengadakan pasar bandeng. Ratusan petambak dari berbagai penjuru berkumpul.
Shobirin melanjutkan, ada yang menyebut pasar bandeng sudah ada sejak zaman Sunan Giri. Namun, versi lain mengatakan bahwa pasar bandeng digagas Sunan Prapen."Yang jelas, itu bagian dari kearifan lokal Gresik," katanya. (adi/c10/dos)
SUGUHAN KHAS: Warga Gresik menikamati
kupat kethek berbahan beras ketan yang disug pada malam
selawe Ramadan tahun lalu.
TERPELIHARA: Cungkup kubur berbentuk
naga di gebyok pintu makam Sunan Prapen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar