Senin, 24 Juli 2017

Semana-mana Santa, Prosesi Sakral dari Lantaruka(2-Habis)

Saat Lilin Penuhi Jalan

Hasil gambar untuk SAAT LILIN PENUHI JALAN
RATAPAN HAMBA: Lakademu membopong Tuan Ana mengelilingi Kota Larantuka. Harus melewati beberapa tahap seleksi untuk menjadi lakademu.
  
O vos omnes qui transitis, per viam attendite et videte, si est dolor sicut dolor meus?Wahai kamu sekalian yang melintasi jalan ini, adakah di antara kamu derita melebihi derita-Ku? Syair ratapan itu melantun dijalanan saat Larantuka bernuansa duka, 14 April.
Langit ibu kota Flores Timur mulai gelap pada pukul 17.20.Namun, pemakaman Gereja Katedral Benha Rosari justru lebih terang. Ratusan lilin menyala di pekuburan tersebut. Orang-orang khusyuk memejamkan mata sambil mengatupkan tangan. Mereka memanjatkan doa untuk para moyang yang disemayamkan di pemakaman tersebut.
Hampir seluruh peziarah mengenakan baju hitam. Kecuali bebrapa suster yang juga ikut berziarah. Di antaranya, Suster Mariantina dan Suster Lambertina Kym. Mereka berasal dai Surabaya.
"Di sini memang untuk ibadah saja," kata mereka. Meski tidak ada sanak keluarga, mereka turut ke pemakaman. Mereka berdoa didepan patung Yesus yang berada di tengah pemakaman.
Seperti yang lainnya, mereka juga menyalakan lilin yang kemudian diletakkan di sekitar patung Yesus disalib tersebut. Sekama lima menit mereka begitu khusyuk memanjatkan doa.
Sejak pukul 15.00 pemakaman tersebut ramai. Sebab, peziarah hanya memiliki waktu tiga jam, sebelum Lementasi (Syair Ratapan) Jumat Agung, hari peringatan wafatnya Isa Al Masih, dimulai. Selesai Berziarah, mereka melanjutkan ibadag di Gereja Katedral Renha Rosari yang berada disamping makam.
Sementara itu, para penduduk yang memiliki rumah di pinggir jalan juga sibuk menata halamannya. Sejak sore mereka membersihkan halaman. Kemudian, mereka mengeluarkan salib-salib, foto-foto Yesus dan Bunda Maria, serta menyalakan lilin.
Seperti keluarga Rufina Kori. Sejak pukul 15.00, mereka menata meja-meja. Taplak yang paling bagus digelar di atas meja. Vas berisi bunga plastik turut dipasang mengapit salib dan foto Yesus. Di depan meja, bunga-bungaan ditebar. Lilin-lilin diberdirikan membentuk salib.
"Mama juga punya air. Ini untuk peziarah," kata Rifina. Air tersebut dibagikan gratis untuk peziarah yang ikut arak-arakan.
Jam menunjukkan pukul 16.19 Wita saat empat orang berpakaian putih dengan topi merah berbentuk kerucut lewat di depan rumah Rufina. Wajah mereka tak tampak. Hanya ada dua lubang untuk mata.
Empat orang itu adalah lakademu, petugas yang akan memanggul patung Tuan Ana (Yesus). Empat orang itu berjalan tergesa-gesa. "Mereka sedang memeriksa jalan yang akan dilalui untuk arak-arakan," ucap ibu dua anak tersebut.
Malamnya, Gereja Katedral Renha Rosari penuh. Jemaat memadati hingga gapura. Seluruhnya berpakaian serbahitam.
Di dalam gereja, patung Tuan Ma (Bunda Maria Dolorosa) dan Tuan Ana berada di kanan-kiri altar. Confreria Renha Rosari (persaudaraan non biarawan) berbaris untuk melakukan kor nyanyian Lementasi Ada tiga ratapan yang akan dinyanyikan Confreria Renha Rosari. Kira-kira dua jam, prosesi di dalam gereja selesai.
Panitia Semana Santa mulai mengatur barisan. Para umat tertata rapi, empat di kanan dan empat di kiri. Patung Tuan Ana dan Tuan Ma berada di tengah barisan para umat. Puji-pujian dirapalkan sepanjang perjalanan.
Malam itu sekitar 7 ribu peziarah tercatat mengikuti prosesi. Jumlah sesungguhnya diprediksi melebihi itu.
Tradisi Jumat Agung malam itu memang berbeda dengan liturgi Katolik. Dalam jalan salib ada 14 pemberhentian yang menggambarkan cerita Yesus dijatuhi hukuman mati hingga dimakamkan.
Dalam tradisi Semana-mana, hanya ada delapan pemberhentian atau armida ."Seharusnya ada tujuh yang melambangkan kedukaan Bunda Maria. Tapi, dari kerajaan meminta satu armida."  ucap Raja Larantuka Don Andre III  Marthinus DVG.
Di tengah perjalanan, tepatnya di Armida Tuan Mesias Anak Allah atau pemberhentian ketiga, salah satu lakademu terjatuh. Dia sangat dibopong masuk ke salah satu rumah warga.
Menurut kepercayaan masyarakat Larantuka, lakademu merupakan orang orang pilihan. Mereka diseleksi begitu ketat. Berat beban yang mereka pikul mengibaratkan keikhlasan dan amalan selama ini."Ada yang merasa ringan ada juga yang sampai lecet," ucap Donthinus, sapaan raja Larantuka itu. Dia yang juga menjadi presidente dalam Confreria Renha Rosari turut menyeleksi lakademu.
Walaupun terlihat tak mampu lagi melanjutkan, lakademu tersebut tetap harus meneruskan sampai akhir. Di sampingnya memang ada satu orang dari anggota Confreria yang mendampingi. Dia berjaga-jaga.
Waktu yang dibutuhkan untuk sluruh umat kembali ke gerija lebih dari lima jam. Padahal, jika ditempuh dalam keadaan normal, mengelilingi Kecamatan Larantuka hanya membutuhkan waktu paling lama dua jam.
Pada malam itu seluruh peziarah menjiwai prosesi mati raga. Mereka mengingat penderitaan Yesus demi umatnya.(Ferlynda Putri/c7/dos)
Hasil gambar untuk SAAT LILIN PENUHI JALAN
MEMBOPONG TUHAN:Peti Tuan Menino (Yesus Bayi) sampai di Pantai Kuce
setelah mengikuti prosesi laut melewati Selat Gonzao
Hasil gambar untuk SAAT LILIN PENUHI JALAN
TURUT MENYAMBUT:Rumah yang berada di sepanjang rute arak-arakan Jumat Agung
akan menghiasi halamannya dengan lukisan atau patung Yesus

Hasil gambar untuk SAAT LILIN PENUHI JALAN
MARIA DOLOROSA: Sebelum prosesi arak-arakan Jumat Agung, ribuan peziarah Semana Santa melakukan ritual cium patung Tuan Ma.

Kota yang Cinta Bunda Maria          

MASYARAKAT Larantuka, Flores Timur, memang lebih dekat dengan Bunda Maria. Kisah yang turun-temurun diceritakan selama lebih dari 500 tahun sudah mendarah daging. Mereka merasa bahwa Tuan Ma, sebutan dari Bunda Maria, telah melindungi Larantuka.
Cyprian P.Lamury, salah seorang budayawan Larantuka, menuturkan bahwa ketika masa penjajahan Belanda, masyarakat merasa ditolong Bunda Maria."Waktu Belanda ingin menyerang dari laut dan udara, Larantuka berwarna biru. Seperti laut," ucapnya.
Masyarakat percaya warna biru itu muncul karena jubah Maria yang sedang memyelimuti. Berkat pertolongan tersebut, Larantuka selamat."Banyak bom yang tidak meledak di sini," imbuhnya.
Proses Jumat Agung sangat bermakna Mariologis. Artinya, melihat dari sisi Maria yang menyaksikan secara langsung kesengsaraan Yesus. Sehingga masyarakat meyakini bahwa Maria merupakan model pejuang menuju pembebasan dari belenggu penindasan.
Cyprian juga menegaskan bahwa adanya patung Tuan Ma dalam prosesi Jumat Agung merupakan wujud pemaknaan yang khas. Masyarakat Larantuka, menurut pria yang tinggal di Kecamatan Larantuka itu, tergugah dengan penderitaan yang dialami Maria mendampingi Yesus dalam kedukaan.
Terjaganya prosesi Semana Santa hingga ratusan tahun, menurut Cyprian, juga wujud masyarakat yang menjaga imannya. Mereka selalu merasa senang untuk menyambut Paskah. Salah satunya diwujudkan dengan berkumpul bersama keluarga.(lyn/c9/dos)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar